AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK
Sejarah
Akuntansi Sektor Publik
Sejarah
organisasi sektor publik sebenarnya sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu.
Dalam bukunya, Vernon Kam (1989) menjelaskan bahwa praktik akuntansi sektor
publik sebenarnya telah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi. Kemunculannya
lebih dipengaruhi pada interaksi yang terjadi pada masyarakat dan kekuatan
sosial didalam masyarakat. Kekuatan sosial masyarakat, yang umumnya berbentuk
pemerintahan. Organisasi sektor publik ini, dapat diklasifikasikan dalam:
1.
Semangat kapitalisasi (Capitalistic Spirit).
2.
Peristiwa politik dan ekonomi (Economic and Politic Event).
3.
Inovasi teknologi (Technology Inovation).
Aspek
Filosofi Sektor Publik
Dari
berbagai buku Anglo Amerika, akuntansi sektor publik diartikan sebagai
mekanisme akuntansi swasta yang diberlakukan dalam praktik-praktik organisasi
publik. Dari berbagai buku lama terbitan Eropa Barat, akuntansi sektor publik
disebut akuntansi pemerintahan. Dan diberbagai kesempatan disebut juga sebagai akuntansi
keuangan publik. Berbagai perkembangan terakhir, sebagai dampak penerapan
daripada accrual base di Selandia Baru, pemahaman ini telah berubah. Akuntansi
sektor publik didefinisikan sebagai akuntansi dana masyarakat. Akuntansi dana
masyarakat dapat diartikan sebagai: “… mekanisme teknik dan analisis akuntansi
yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat”. Dari definisi diatas perlu
diartikan dana masyarakat sebagai dana yang dimiliki oleh masyarakat - bukan
individual, yang biasanya dikelola oleh organisasi -organisasi sektor publik,
dan juga pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta. Di Indonesia,
akuntansi sektor publik dapat didefinisikan: “… mekanisme teknik dan analisis
akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga
tinggi negara dan departemen-departemen dibawahnya, pemerintah daerah, BUMN,
BUMD, LSM dan yayasan sosial, maupun pada proyek- proyek kerjasama sektor
publik dan swasta”.
JENIS-JENIS
ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Secara
garis besar terdapat dua pendekatan utama yang memiliki perbedaan mendasar.
Kedua pendekatan tersebut adalah:
1.
Anggaran tradisional atau anggaran konvensional
2.
Pendekatan baru yang sering dikenal dengan pendekatan New Public Management.
1. ANGGARAN
TRADISIONAL
Anggaran
tradisional merupakan pendekatan yang paling banyak digunakan di negara
berkembang dewasa ini. Terdapat dua ciri utama dalam pendekatan ini, yaitu: (a)
cara penyusunan anggaran yang didasarkan atas pendekatan incrementalism dan (b)
struktur dan susunan anggaran yang besifat line-item.
Ciri
lain yang melekat pada pendekatan anggaran tradisional tersebut adalah: (c)
cenderung sentralistis; (d) bersifat spesifikasi; (e) tahunan; dan (f)
menggunakan prinsip anggaran bruto. Struktur anggaran tradisional dengan
ciri-ciri tersebut tidak mampu mengungkapkan besarnya dana yang dikeluarkan
untuk setiap kegiatan, dan bahkan anggaran tradisional tersebut gagal dalam
memberikan informasi tentang besarnya rencana kegiatan. Oleh karena tidak
tersedianya berbagai informasi tersebut, maka satu-satunya tolok ukur yang
dapat digunakan untuk tujuan pengawasan hanyalah tingkat kepatuhan penggunaan
anggaran.
CIRI-CIRI
ANGGARAN TRADISIONAL :
A. Incrementalism
Penekanan
dan tujuan utama pendekatan tradisional adalah pada pengawasan dan pertanggungjawaban
yang terpusat. Anggaran tradisional bersifat incrementalism, yaitu hanya
menambah atau mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang sudah ada
sebelumnya dengan menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar untuk
menyesuaikan besarnya penambahan atau pengurangan tanpa dilakukan kajian yang
mendalam.
Masalah
utama anggaran tradisional adalah terkait dengan tidak adanya perhatian
terhadap konsep value for money. Konsep ekonomi, efisiensi dan efektivitas
seringkali tidak dijadikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran tradisional.
Dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value for money ini, seringkali
pada akhir tahun anggaran terjadi kelebihan anggaran yang pengalokasiannya
kemudian dipaksakan pada aktivitas-aktivitas yang sebenarnya kurang penting
untuk dilaksanakan.
Akibat
digunakannya harga pokok pelayanan historis tersebut adalah suatu item,
program, atau kegiatan akan muncul lagi dalam anggaran tahun berikutnya
meskipun sebenarnya item tersebut sudah tidak relevan dibutuhkan. Perubahan
anggaran hanya menyentuh jumlah nominal rupiah yang disesuaikan dengan tingkat
inflasi, jumlah penduduk, dan penyesuaian lainnya.
B. Line-item
Ciri
lain anggaran tradisional adalah struktur anggaran bersifat line-item yang
didasarkan atas dasar sifat (nature) dari penerimaan dan pengeluaran. Metode
line-item budget tidak memungkinkan untuk menghilangkan item-item penerimaan
atau pengeluaran yang telah ada dalam struktur anggaran, walaupun sebenarnya
secara riil item tertentu sudah tidak relevan lagi untuk digunakan pada periode
sekarang. Karena sifatnya yang demikian, penggunaan anggaran tradisional tidak
memungkinkan untuk dilakukan penilaian kinerja secara akurat, karena
satu-satunya tolok ukur yang dapat digunakan adalah semata-mata pada ketaatan
dalam menggunakan dana yang diusulkan.
Penyusunan
anggaran dengan menggunakan struktur line-item dilandasi alasan adanya
orientasi sistem anggaran yang dimaksudkan untuk mengontrol pengeluaran.
Berdasarkan hal tersebut, anggaran tradisional disusun atas dasar sifat
penerimaan dan pengeluaran, seperti misalnya pendapatan dari pemerintah atasan,
pendapatan dari pajak, atau pengeluaran untuk gaji, pengeluaran untuk belanja
barang, dan sebagainya, bukan berdasar pada tujuan yang ingin dicapai dengan
pengeluaran yang dilakukan.
2.ANGGARAN
PUBLIK DENGAN PENDEKATAN NPM
Era
New Public Management
Sejak
pertengahan tahun 1980-an telah terjadi perubahan manajemen sektor publik yang
cukup drastis dari sistem manajemen tradisional yang terkesan kaku, birokratis,
dan hierarkis menjadi model manajemen sektor publik yang fleksibel dan lebih
mengakomodasi pasar. Perubahan tersebut bukan sekedar perubahan kecil dan
sederhana. Perubahan tersebut telah mengubah peran pemerintah terutama dalam
hal hubungan antara pemerintah dengan masyarakat. Paradigma baru yang muncul
dalam manajemen sektor publik tersebut adalah pendekatan New Public Management.
New
Public Management berfokus pada manajemen sektor publik yang berorientasi pada
kinerja, bukan berorientasi kebijakan. Penggunaan paradigma New Public
Management tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi bagi pemerintah di
antaranya adalah tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya (cost
cutting), dan kompetisi tender.
Salah
satu model pemerintahan di era New Public Management adalah model pemerintahan
yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1992) yang tertuang dalam pandangannya
yang dikenal dengan konsep “reinventing government”. Perspektif baru pemerintah
menurut Osborne dan Gaebler tersebut adalah:
Pemerintahan
katalis : fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan publik.
Pemerintah harus menyediakan beragam pelayanan publik, tetapi tidak harus
terlibat secara langsung dengan proses produksinya (producing). Produksi
pelayanan publik oleh pemerintah harus dijadikan sebagai pengecualian, dan
bukan keharusan, pemerintah hanya memproduksi pelayanan publik yang belum dapat
dilakukan oleh pihak non-pemerintah.
Pemerintah
milik masyarakat : memberdayakan masyarakat daripada melayani. Pemerintah
sebaiknya memberikan wewenang kepada masyarakat sehingga mereka mampu menjadi
masyarakat yang dapat menolong dirinya sendiri (self-help community).
Pemerintah
yang kompetitif : menyuntikkan semangat kompetisi dalam pemberian pelayanan
publik. Kompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus
meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan publik yang
dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa harus memperbesar biaya.
Pemerintah
yang digerakkan oleh misi : mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan
menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi.
Pemerintah
yang berorientasi hasil : membiayai hasil bukan masukan. Pada pemerintah
tradisional, besarnya alokasi anggaran pada suatu unit kerja ditentukan oleh
kompleksitas masalah yang dihadapi. Semakin kompleks masalah yang dihadapi,
semakin besar pula dana yang dialokasikan.
Pemerintah
berorientasi pada pelanggan : memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi.
Pemerintahan
wirausaha : mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan.
Pemerintah
antisipatif : berupaya mencegah daripada mengobati. Pemerintah tradisonal yang
birokratis memusatkan diri pada produksi pelayanan publik untuk memecahkan
masalah publik.
Pemerintah
desentralisasi : dari hierarkhi menuju partisipatif dan tim kerja.
Pemerintah
berorientasi pada (mekanisme) pasar : mengadakan perubahan dengan mekanisme
pasar (sistem insentif) dan bukan dengan mekanisme administratif (sistem
prosedur dan pemaksaan). Ada dua cara alokasi sumberdaya, yaitu mekanisme pasar
dan mekanisme administratif. Dari keduanya, mekanisme pasar terbukti sebagai
yang terbaik dalam mengalokasi sumberdaya. Pemerintah tradisional menggunakan
mekanisme administratif yaitu menggunakan perintah dan pengendalian,
mengeluarkan prosedur dan definisi baku dan kemudian memerintahkan orang untuk
melaksanakannya (sesuai dengan prosedur tersebut). Pemerintah wirausaha
menggunakan mekanisme pasar yaitu tidak memerintahkan dan mengawasi tetapi
mengembangkan dan menggunakan sistem insentif agar orang tidak melakukan
kegiatan-kegiatan yang merugikan masyarakat.
Penerapan
Akuntansi Sektor Publik di Indonesia
Salah
satu bentuk penerapan teknik akuntansi sektor publik adalah di organisasi BUMN.
Di tahun 1959 pemerintahan orde lama mulai melakukan kebijakan-kebijakan berupa
nasionalisasi perusahaan asing yang ditransformasi menjadi Badan Usaha Milik
Negara (BUMN). Tetapi karena tidak dikelola oleh manajer profesional dan
terlalu banyaknya politisasi’ atau campur tangan pemerintah, mengakibatkan
perusahaan tersebut hanya dijadikan ‘sapi perah’ oleh para birokrat. Sehingga
sejarah kehadirannya tidak memperlihatkan hasil yang baik dan tidak menggembirakan.
Kondisi ini terus berlangsung pada masa orde baru. Lebih bertolak belakang lagi
pada saat dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 tentang fungsi
dari BUMN. Dengan memperhatikan beberapa fungsi tersebut, konsekuensi yang
harus ditanggung oleh BUMN sebagai perusahaan publik adalah menonjolkan
keberadaannya sebagai agent of development daripada sebagai business entity.
Terlepas dari itu semua, bahwa keberadaan praktik akuntansi sektor publik di
Indonesia dengan status hukum yang jelas telah ada sejak beberapa tahun
bergulir dari pemerintahan yang sah. Salah satunya adalah Perusahaan Umum
Telekomunikasi (1989)