PENGEMBANGAN PASAR MODAL SYARIAH JANGKA MENENGAH
Industri pasar
modal syariah masih dapat dikatakan sebagai industri yang relatif baru
berkembang. Oleh karena itu, dalam rangka memberikan dasar yang kuat serta arah
pengembangan yang komprehensif diperlukan suatu strategi pengembangan jangka
menengah. Strategi ini diharapkan dapat lebih mendorong akselerasi pertumbuhan
industri pasar modal syariah di Indonesia.
Studi ini
bertujuan untuk memberikan masukan dalam merumuskan arah kebijakan dan strategi
pengembangan pasar modal syariah dalam jangka menengah untuk tahun 2011 – 2015.
Strategi pengembangan jangka menengah tersebut merupakan panduan dan arah
pengembangan pasar modal syariah dan diperlukan guna menjamin terlaksananya
kebijakan dalam pengembangan pasar modal syariah yang telah ditetapkan secara
tepat waktu, tepat sasaran, efisien dan efektif.
Analisis SWOT (Strengths,
Weaknesses, Opportunities, Weaknesses) digunakan untuk dapat memberikan
gambaran mengenai faktor internal dan eksternal untuk mengevaluasi kekuatan,
kelemahan, peluang, dan tantangan dalam mengembangkan pasar modal syariah di
Indonesia.
Faktor yang
menjadi kekuatan dalam pengembangan pasar modal syariah adalah telah adanya
basis peraturan terkait pasar modal syariah, adanya kerjasama yang baik dengan
DSN-MUI selaku lembaga yang memberikan opini syariah di Indonesia, serta telah
adanya basis struktur organisasi yang fokus dalam mendukung upaya pengembangan
pasar modal syariah. Faktor yang merupakan peluang adalah perkembangan industri
keuangan syariah lain (perbankan syariah dan asuransi syariah), potensi pasar
syariah yang besar dilihat dari jumlah industri dan investor potensial di
Indonesia, potensi dana investasi yang berasal dari kawasan Timur Tengah, serta
peran SRO dan para pelaku pasar modal yang dapat dioptimalkan dalam
mengembangkan pasar modal syariah.
Faktor yang dapat
menjadi kelemahan dalam pengembangan pasar modal syariah berupa masih
terbatasnya jenis akad dan produk pasar modal syariah, kurang intensifnya
edukasi dan promosi terhadap produk syariah di pasar modal kepada masyarakat
investor, serta kurang updatenya regulasi terkait pasar modal syariah dalam
memenuhi kebutuhan pasar. Adapun faktor tantangan dalam pengembangan pasar
modal syariah adalah koordinasi antar regulator yang terkait dengan pasar modal
syariah, minimnya variasi akad yang digunakan dalam penerbitan efek syariah dan
keterbatasan SDM (kurangnya ahli keuangan syariah yang memahami pasar modal
syariah) serta pemahaman pelaku pasar dan masyarakat tentang produk pasar modal
syariah.
Pengembangan pasar
modal berbasis syariah di Indonesia diarahkan untuk mempunyai kompetensi usaha
yang sejajar dengan pasar modal konvensional yang dilakukan secara komprehensif
dengan mengacu pada analisis kekuatan dan kelemahan pasar modal berbasis
syariah saat ini. Kekuatan dan potensi pasar modal berbasis syariah meliputi
hal-hal berikut:
a. Adanya Basis
Peraturan Terkait Pasar Modal Syariah.
Sebagaimana
diketahui perkembangan industri pasar modal berbasis syariah di Indonesia
didahului dengan munculnya beberapa produk pasar modal berbasis syariah, yaitu
reksadana syariah, Jakarta Islamic Index dan obligasi syariah (sukuk).
Selanjutnya, setelah dilakukan beberapa kajian dan tertuang dalam Master Plan
Pasar Modal Indonesia tahun 2005 -2009, maka pada tahun 2006 telah diterbitkan
paket peraturan yang berkaitan langsung dengan pasar modal berbasis syariah
yang menjadi landasan hukum penerbitan efek syariah di Indonesia, yaitu
Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah dan Peraturan Nomor
IX.A.14 tentang Akad-akad Yang Digunakan Dalam penerbitan Efek Syariah.
Dalam
perkembangannya, Bapepam-LK selaku regulator pasar modal Indonesia tidak hanya
mengeluarkan peraturan yang memberi kepastian hukum bagi penerbit namun juga
mengeluarkan peraturan yang memberikan acuan bagi investor dalam melakukan
pengelolaan portofolio efek, yaitu dengan diterbitkannya Peraturan Nomor II.K.1
tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah. Latar belakang
dikeluarkannya peraturan ini adalah adanya Peraturan IX.A.13 yang mengharuskan
dana kelolaan reksa dana syariah diinvestasikan pada efek yang tercantum dalam
daftar efek syariah yang ditetapkan oleh Bapepam-LK atau pihak lain yang diakui
oleh Bapepam-LK.
Meskipun menjadi negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia,
penerbitan surat berharga berbasis syariah (sukuk) oleh negara relatif
tertinggal dibandingkan dengan negara-negara yang tergabung dalam Organisasi
Konferensi Islam (OKI). Hal ini didasari oleh landasan hukum penerbitan surat
berharga syariah negara yang baru ada pada Mei 2008. Semenjak adanya landasan
hukum tersebut, Pemerintah Indonesia telah beberapa kali menerbitkan surat
berharga syariah Negara, baik penerbitan yang ditujukan kepada investor
institutional maupun kepada investor individu (retail). Dengan adanya surat
berharga syariah negara tersebut, maka jumlah produk berbasis syariah di pasar
modal Indonesia semakin bertambah dan dapat menambah pilihan atau alternatif
investasi bagi investor.
b. Adanya
kerjasama dengan DSN-MUI.
Sejalan dengan
berkembangnya lembaga keuangan syariah di Indonesia, berkembang pulalah jumlah
Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ada dan mengawasi masing-masing lembaga
keuangan syariah tersebut. Banyak dan beragamnya jumlah DPS tersebut dapat
menimbulkan perbedaan interprestasi dari segi kesyariahan atas suatu produk
atau suatu transaksi yang dilakukan oleh lembaga keuangan syariah. Jika
terdapat perbedaan, maka hal ini berpotensi membingungkan pelaku pasar modal
dan masyarakat umumnya. Oleh karena itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai
organisasi independen yang merupakan kumpulan organisasi keislaman di Indonesia
memandang perlu adanya lembaga khusus di bawah MUI yang mengeluarkan fatwa
berkaitan dengan kegiatan ekonomi.
Berkaitan dengan
pasar modal syariah, sejak tahun 2003 Bapepam mempunyai Memorandum of
Understanding (MoU) dengan MUI guna mengembangkan pasar modal syariah. Implementasi dari MoU tersebut
dilakukan dengan cara melakukan koordinasi, konsultasi dan kerjasama dalam
bentuk penyusunan peraturan Bapepam-LK dan fatwa DSN-MUI, penelaahan pernyataan
pendaftaran penerbitan efek syariah, pengawasan kepatuhan pemenuhan
prinsip syariah, pengembangan produk dan peningkatan kualitas sumber daya
manusia. Sampai dengan saat ini kerjasama dengan DSN-MUI telah berjalan dengan
baik. Peraturan dan produk yang berkaitan dengan pasar modal syariah hanya
mengacu pada fatwa yang dikeluarkan DSN-MUI. Hal ini untuk menghindari
kebingungan pelaku pasar atau umat pada umumnya jika terdapat perbedaan fatwa
antara satu ulama dengan ulama yang lain atau perbedaan fatwa yang dikeluarkan
oleh satu ormas Islam dengan ormas Islam yang lain.
c. Adanya Basis
Struktur Organisasi yang Fokus Dalam Mendukung Upaya Pengembangan Pasar Modal
Syariah.
Seiring dengan
perkembangan industri keuangan syariah, khususnya produk pasar modal berbasis
syariah, sejak tahun 2004 telah terdapat pejabat Bapepam setingkat Eselon IV
yang bertanggung jawab langsung terhadap pengembangan pasar modal syariah.
Sejak adanya pejabat tersebut maka kajian-kajian tentang pasar modal berbasis
syariah lebih intensif dilakukan. Tujuan dari kajian-kajian tersebut adalah
mempercepat terciptanya landasan hukum penerbitan efek syariah di Indonesia.
Selanjutnya
seiring dengan reorganisasi Bapepam-LK serta kebutuhan untuk mempercepat
pengembangan pasar modal berbasis syariah di Indonesia maka sejak tahun 2006
telah terdapat pejabat setingkat Eselon III yang bertanggung jawab dalam
pengembangan pasar modal berbasis syariah di Indonesia. Dengan adanya pejabat
yang lebih tinggi tersebut maka kajian-kajian, baik kajian peraturan maupun
pengembangan produk serta sosialisasi tentang pasar modal syariah semakin
intensif dilakukan. Meskipun demikian, dalam lima tahun mendatang seiring
dengan perkembangan industri keuangan syariah yang semakin pesat, pengembangan
pasar modal syariah yang hanya ditangani oleh pejabat setingkat eselon III
dirasakan belumlah cukup. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan-keterbatasan
dari sisi sumber daya manusia dan dari sisi anggaran. Pertama, dari sisi sumber
daya manusia, saat ini jumlah pejabat dan staf/pelaksana yang secara langsung menangani pengembangan
pasar modal berbasis syariah berjumlah 8 orang. Jika diukur dengan jumlah
produk yang ada dan target pengembangan produk saat ini maka jumlah personil
tersebut sudah mencukupi, namun demikian jika jumlah dan variasi produk pasar
modal semakin banyak maka jumlah tersebut dirasakan kurang apalagi tidak
terdapat satu orang pun dari personil yang ada yang menguasai bahasa Arab,
bahasa buku-buku yang menjadi sumber asal rujukan kegiatan ekonomi syariah.
Kedua, terkait dengan mengenai anggaran. Dalam hal ini anggaran pengembangan
pasar modal berbasis syariah relatif sedikit sebagai konsekuensi dari hal
pertama telah disebutkan sebelumnya.
2. Kelemahan
dan Kekurangan
a. Masih
Terbatasnya Jenis Akad dan Produk Pasar Modal Syariah.
Sebagaimana
diketahui saat ini produk syariah di pasar modal Indonesia masih sangat
terbatas baik dari segi jumlah maupun variasi produknya dan jenis akadnya jika
dibandingkan dengan produk-produk sejenis yang konvensional, misalnya sukuk.
Jika dilihat dari sisi jumlah penerbitan dan nilai emisi, penerbitan sukuk di
pasar modal Indonesia relatif masih sangat minim jika dibandingkan dengan
penerbitan obligasi. Berdasarkan data statistik pasar modal Agustus 2010,
penerbitan sukuk (obligasi syariah korporasi), baru mencapai 46 sukuk (obliasi
syariah) yang diterbikan oleh 28 perusahaan atau sekitar 0,10% dari penerbitan
obligasi secara kumulatif yang telah mencapai 460 penerbitan.
Demikian pula dari
sisi akad yang digunakan dalam struktur penerbitan sukuk, saat ini baru ada 2
(dua) akad, yaitu akad mudharabah dan akad ijarah. Sementara di negara lain,
telah digunakan beberapa akad seperti Musyarakah, Istishna, Murabahah, dan
Salam. Untuk itu perlu didorong penerbitan sukuk yang dengan penggunaan
alternatif akad yang dapat digunakan dalam struktur penerbitan sukuk di
Indonesia seperti akad musyarakah dan akad istishna. Hal ini dimaksudkan agar
dalam struktur penerbitan sukuk, akad yang digunakan tidak terbatas hanya pada
2 (dua) akad yang telah ada dan diharapkan dapat memperluas alternatif
pembiayaan bagi perusahaan dan sarana investasi bagi investor terhadap produk
syariah di pasar modal yang lebih beragam.
b. Kurang
Intensifnya Edukasi dan Promosi Terhadap Produk Syariah di Pasar Modal Kepada
Masyarakat Investor.
Salah satu masalah
dalam pasar modal syariah dan pasar modal secara umum adalah sedikitnya jumlah
investor. Dalam sebuah roadshow pasar modal di tahun 2010, Ketua Komite Tetap
Kebijakan Keuangan Kadin Avi Dwipayana mengungkapkan bahwa jumlah investor
domestik yang aktif di pasar modal sekitar 350.000 investor. Jumlah ini
sangatlah kecil (0.1%) jika dibandingkan dengan total jumlah penduduk Indonesia
yang sekitar 230 juta orang dan jumlah rekening di perbankan yang sekitar 60
juta. Bandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia yang jumlahnya 4.5
juta (17%) dari jumlah penduduk 27 juta orang dan Singapura yang sekitar
60%-70% dari jumlah penduduknya aktif di pasar modal.
Kondisi tersebut
tentunya juga termasuk pasar modal syariah. Salah satu faktor yang dapat
mendorong peningkatan jumlah investor di pasar modal syariah adalah program
edukasi dan promosi intensif. Saat ini program sosialisasi masih sebatas
dilakukan di perguruan-perguruan tinggi, emiten dan potential emiten, serta
masyarakat umum melalui seminar, pameran atau brosur yang intensitasnya masih
terbatas. Dalam jangka waktu 5 tahun ke depan, diharapkan program edukasi dan
promosi dapat dilakukan dengan lebih intensif dan massif melalui berbagai media
dan melibatkan lebih banyak pihak secara lebih terintegrasi sehingga masyarakat
dapat mengenal lebih dalam dan benar mengenai pasar modal khususnya pasar modal
syariah.
Jika hal tersebut
dapat terwujud, maka adanya keraguan mengenai kegiatan di pasar modal yang
sebagian orang masih menganggap tidak sesuai dengan prinsip syariah dapat
teratasi dan jumlah investor di pasar modal syariah dapat terus meningkat.
c. Kurang
Updatenya Regulasi Terkait Pasar Modal Syariah Dalam Memenuhi Kebutuhan Pasar.
Berbagai
perkembangan yang terjadi di pasar modal dan pasar modal syariah khususnya
terjadi dengan sangat cepat. Potensial investor dan sumber dana dari berbagai
negara khususnya kawasan Timur Tengah juga dapat mengalir ke negara yang dianggap mampu memberikan hasil yang baik dan
sesuai dengan prinsip syariah.
Keterbatasan yang
sering timbul adalah kurang responsif atau antisipatifnya regulasi di Indonesia
yang terkait dengan pasar modal syariah yang dapat segera menyesuaikan dengan
kebutuhan pasar dan keinginan investor. Hal ini mampu direspon dengan lebih
cepat oleh negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura yang
menyediakan kerangka regulasi yang lebih antisipatif dan responsif terhadap
pasar dan keinginan investor. Selain itu, hal ini juga tidak terlepas dari
iklim investasi dan good governance dari lingkungan bisnis di Indonesia
secara umum. Hal lainnya adalah keterbatasan dalam lambatnya proses penyesuaian
terhadap peraturan sehingga berakibat hilangnya potensi yang ada karena
regulasi yang kurang memadai.
Salah
satu contohnya adalah regulasi yang terkait dengan aspek perpajakan di keuangan
syariah. Indonesia menerapkan netralisasi pengenaan pajak berganda atas
transaksi murabahah baru setelah disahkannya UU No.42/2009 tentang PPN.
Bandingkan dengan Malaysia yang sudah mengakomodasi hal tersebut sekitar 1
dekade yang lalu dan Singapura yang sudah melakukan revisi terkait pajak
berganda di industri keuangan syariah pada tahun 2005 (Surendro, 2010).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar