Minggu, 08 Juli 2012

PASAR MODAL SYARIAH


PENGEMBANGAN PASAR MODAL SYARIAH JANGKA MENENGAH


Industri pasar modal syariah masih dapat dikatakan sebagai industri yang relatif baru berkembang. Oleh karena itu, dalam rangka memberikan dasar yang kuat serta arah pengembangan yang komprehensif diperlukan suatu strategi pengembangan jangka menengah. Strategi ini diharapkan dapat lebih mendorong akselerasi pertumbuhan industri pasar modal syariah di Indonesia.
Studi ini bertujuan untuk memberikan masukan dalam merumuskan arah kebijakan dan strategi pengembangan pasar modal syariah dalam jangka menengah untuk tahun 2011 – 2015. Strategi pengembangan jangka menengah tersebut merupakan panduan dan arah pengembangan pasar modal syariah dan diperlukan guna menjamin terlaksananya kebijakan dalam pengembangan pasar modal syariah yang telah ditetapkan secara tepat waktu, tepat sasaran, efisien dan efektif.
Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Weaknesses) digunakan untuk dapat memberikan gambaran mengenai faktor internal dan eksternal untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan dalam mengembangkan pasar modal syariah di Indonesia.
Faktor yang menjadi kekuatan dalam pengembangan pasar modal syariah adalah telah adanya basis peraturan terkait pasar modal syariah, adanya kerjasama yang baik dengan DSN-MUI selaku lembaga yang memberikan opini syariah di Indonesia, serta telah adanya basis struktur organisasi yang fokus dalam mendukung upaya pengembangan pasar modal syariah. Faktor yang merupakan peluang adalah perkembangan industri keuangan syariah lain (perbankan syariah dan asuransi syariah), potensi pasar syariah yang besar dilihat dari jumlah industri dan investor potensial di Indonesia, potensi dana investasi yang berasal dari kawasan Timur Tengah, serta peran SRO dan para pelaku pasar modal yang dapat dioptimalkan dalam mengembangkan pasar modal syariah.
Faktor yang dapat menjadi kelemahan dalam pengembangan pasar modal syariah berupa masih terbatasnya jenis akad dan produk pasar modal syariah, kurang intensifnya edukasi dan promosi terhadap produk syariah di pasar modal kepada masyarakat investor, serta kurang updatenya regulasi terkait pasar modal syariah dalam memenuhi kebutuhan pasar. Adapun faktor tantangan dalam pengembangan pasar modal syariah adalah koordinasi antar regulator yang terkait dengan pasar modal syariah, minimnya variasi akad yang digunakan dalam penerbitan efek syariah dan keterbatasan SDM (kurangnya ahli keuangan syariah yang memahami pasar modal syariah) serta pemahaman pelaku pasar dan masyarakat tentang produk pasar modal syariah.
Pengembangan pasar modal berbasis syariah di Indonesia diarahkan untuk mempunyai kompetensi usaha yang sejajar dengan pasar modal konvensional yang dilakukan secara komprehensif dengan mengacu pada analisis kekuatan dan kelemahan pasar modal berbasis syariah saat ini. Kekuatan dan potensi pasar modal berbasis syariah meliputi hal-hal berikut:
a. Adanya Basis Peraturan Terkait Pasar Modal Syariah.

Sebagaimana diketahui perkembangan industri pasar modal berbasis syariah di Indonesia didahului dengan munculnya beberapa produk pasar modal berbasis syariah, yaitu reksadana syariah, Jakarta Islamic Index dan obligasi syariah (sukuk). Selanjutnya, setelah dilakukan beberapa kajian dan tertuang dalam Master Plan Pasar Modal Indonesia tahun 2005 -2009, maka pada tahun 2006 telah diterbitkan paket peraturan yang berkaitan langsung dengan pasar modal berbasis syariah yang menjadi landasan hukum penerbitan efek syariah di Indonesia, yaitu Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah dan Peraturan Nomor IX.A.14 tentang Akad-akad Yang Digunakan Dalam penerbitan Efek Syariah.
Dalam perkembangannya, Bapepam-LK selaku regulator pasar modal Indonesia tidak hanya mengeluarkan peraturan yang memberi kepastian hukum bagi penerbit namun juga mengeluarkan peraturan yang memberikan acuan bagi investor dalam melakukan pengelolaan portofolio efek, yaitu dengan diterbitkannya Peraturan Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah. Latar belakang dikeluarkannya peraturan ini adalah adanya Peraturan IX.A.13 yang mengharuskan dana kelolaan reksa dana syariah diinvestasikan pada efek yang tercantum dalam daftar efek syariah yang ditetapkan oleh Bapepam-LK atau pihak lain yang diakui oleh Bapepam-LK.
Meskipun menjadi negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, penerbitan surat berharga berbasis syariah (sukuk) oleh negara relatif tertinggal dibandingkan dengan negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI). Hal ini didasari oleh landasan hukum penerbitan surat berharga syariah negara yang baru ada pada Mei 2008. Semenjak adanya landasan hukum tersebut, Pemerintah Indonesia telah beberapa kali menerbitkan surat berharga syariah Negara, baik penerbitan yang ditujukan kepada investor institutional maupun kepada investor individu (retail). Dengan adanya surat berharga syariah negara tersebut, maka jumlah produk berbasis syariah di pasar modal Indonesia semakin bertambah dan dapat menambah pilihan atau alternatif investasi bagi investor.
b. Adanya kerjasama dengan DSN-MUI.

Sejalan dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di Indonesia, berkembang pulalah jumlah Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ada dan mengawasi masing-masing lembaga keuangan syariah tersebut. Banyak dan beragamnya jumlah DPS tersebut dapat menimbulkan perbedaan interprestasi dari segi kesyariahan atas suatu produk atau suatu transaksi yang dilakukan oleh lembaga keuangan syariah. Jika terdapat perbedaan, maka hal ini berpotensi membingungkan pelaku pasar modal dan masyarakat umumnya. Oleh karena itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai organisasi independen yang merupakan kumpulan organisasi keislaman di Indonesia memandang perlu adanya lembaga khusus di bawah MUI yang mengeluarkan fatwa berkaitan dengan kegiatan ekonomi.  
Berkaitan dengan pasar modal syariah, sejak tahun 2003 Bapepam mempunyai Memorandum of Understanding (MoU) dengan MUI guna mengembangkan pasar modal syariah. Implementasi dari MoU tersebut dilakukan dengan cara melakukan koordinasi, konsultasi dan kerjasama dalam bentuk penyusunan peraturan Bapepam-LK dan fatwa DSN-MUI, penelaahan pernyataan pendaftaran penerbitan efek syariah, pengawasan kepatuhan pemenuhan prinsip syariah, pengembangan produk dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sampai dengan saat ini kerjasama dengan DSN-MUI telah berjalan dengan baik. Peraturan dan produk yang berkaitan dengan pasar modal syariah hanya mengacu pada fatwa yang dikeluarkan DSN-MUI. Hal ini untuk menghindari kebingungan pelaku pasar atau umat pada umumnya jika terdapat perbedaan fatwa antara satu ulama dengan ulama yang lain atau perbedaan fatwa yang dikeluarkan oleh satu ormas Islam dengan ormas Islam yang lain.
c. Adanya Basis Struktur Organisasi yang Fokus Dalam Mendukung Upaya Pengembangan Pasar Modal Syariah.
Seiring dengan perkembangan industri keuangan syariah, khususnya produk pasar modal berbasis syariah, sejak tahun 2004 telah terdapat pejabat Bapepam setingkat Eselon IV yang bertanggung jawab langsung terhadap pengembangan pasar modal syariah. Sejak adanya pejabat tersebut maka kajian-kajian tentang pasar modal berbasis syariah lebih intensif dilakukan. Tujuan dari kajian-kajian tersebut adalah mempercepat terciptanya landasan hukum penerbitan efek syariah di Indonesia.
Selanjutnya seiring dengan reorganisasi Bapepam-LK serta kebutuhan untuk mempercepat pengembangan pasar modal berbasis syariah di Indonesia maka sejak tahun 2006 telah terdapat pejabat setingkat Eselon III yang bertanggung jawab dalam pengembangan pasar modal berbasis syariah di Indonesia. Dengan adanya pejabat yang lebih tinggi tersebut maka kajian-kajian, baik kajian peraturan maupun pengembangan produk serta sosialisasi tentang pasar modal syariah semakin intensif dilakukan. Meskipun demikian, dalam lima tahun mendatang seiring dengan perkembangan industri keuangan syariah yang semakin pesat, pengembangan pasar modal syariah yang hanya ditangani oleh pejabat setingkat eselon III dirasakan belumlah cukup. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan-keterbatasan dari sisi sumber daya manusia dan dari sisi anggaran. Pertama, dari sisi sumber daya manusia, saat ini jumlah pejabat dan staf/pelaksana yang secara langsung menangani pengembangan pasar modal berbasis syariah berjumlah 8 orang. Jika diukur dengan jumlah produk yang ada dan target pengembangan produk saat ini maka jumlah personil tersebut sudah mencukupi, namun demikian jika jumlah dan variasi produk pasar modal semakin banyak maka jumlah tersebut dirasakan kurang apalagi tidak terdapat satu orang pun dari personil yang ada yang menguasai bahasa Arab, bahasa buku-buku yang menjadi sumber asal rujukan kegiatan ekonomi syariah. Kedua, terkait dengan mengenai anggaran. Dalam hal ini anggaran pengembangan pasar modal berbasis syariah relatif sedikit sebagai konsekuensi dari hal pertama telah disebutkan sebelumnya. 
2. Kelemahan dan Kekurangan
a. Masih Terbatasnya Jenis Akad dan Produk Pasar Modal Syariah.
Sebagaimana diketahui saat ini produk syariah di pasar modal Indonesia masih sangat terbatas baik dari segi jumlah maupun variasi produknya dan jenis akadnya jika dibandingkan dengan produk-produk sejenis yang konvensional, misalnya sukuk. Jika dilihat dari sisi jumlah penerbitan dan nilai emisi, penerbitan sukuk di pasar modal Indonesia relatif masih sangat minim jika dibandingkan dengan penerbitan obligasi. Berdasarkan data statistik pasar modal Agustus 2010, penerbitan sukuk (obligasi syariah korporasi), baru mencapai 46 sukuk (obliasi syariah) yang diterbikan oleh 28 perusahaan atau sekitar 0,10% dari penerbitan obligasi secara kumulatif yang telah mencapai 460 penerbitan.
Demikian pula dari sisi akad yang digunakan dalam struktur penerbitan sukuk, saat ini baru ada 2 (dua) akad, yaitu akad mudharabah dan akad ijarah. Sementara di negara lain, telah digunakan beberapa akad seperti Musyarakah, Istishna, Murabahah, dan Salam. Untuk itu perlu didorong penerbitan sukuk yang dengan penggunaan alternatif akad yang dapat digunakan dalam struktur penerbitan sukuk di Indonesia seperti akad musyarakah dan akad istishna. Hal ini dimaksudkan agar dalam struktur penerbitan sukuk, akad yang digunakan tidak terbatas hanya pada 2 (dua) akad yang telah ada dan diharapkan dapat memperluas alternatif pembiayaan bagi perusahaan dan sarana investasi bagi investor terhadap produk syariah di pasar modal yang lebih beragam. 
b. Kurang Intensifnya Edukasi dan Promosi Terhadap Produk Syariah di Pasar Modal Kepada Masyarakat Investor.
Salah satu masalah dalam pasar modal syariah dan pasar modal secara umum adalah sedikitnya jumlah investor. Dalam sebuah roadshow pasar modal di tahun 2010, Ketua Komite Tetap Kebijakan Keuangan Kadin Avi Dwipayana mengungkapkan bahwa jumlah investor domestik yang aktif di pasar modal sekitar 350.000 investor. Jumlah ini sangatlah kecil (0.1%) jika dibandingkan dengan total jumlah penduduk Indonesia yang sekitar 230 juta orang dan jumlah rekening di perbankan yang sekitar 60 juta. Bandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia yang jumlahnya 4.5 juta (17%) dari jumlah penduduk 27 juta orang dan Singapura yang sekitar 60%-70% dari jumlah penduduknya aktif di pasar modal.
Kondisi tersebut tentunya juga termasuk pasar modal syariah. Salah satu faktor yang dapat mendorong peningkatan jumlah investor di pasar modal syariah adalah program edukasi dan promosi intensif. Saat ini program sosialisasi masih sebatas dilakukan di perguruan-perguruan tinggi, emiten dan potential emiten, serta masyarakat umum melalui seminar, pameran atau brosur yang intensitasnya masih terbatas. Dalam jangka waktu 5 tahun ke depan, diharapkan program edukasi dan promosi dapat dilakukan dengan lebih intensif dan massif melalui berbagai media dan melibatkan lebih banyak pihak secara lebih terintegrasi sehingga masyarakat dapat mengenal lebih dalam dan benar mengenai pasar modal khususnya pasar modal syariah.
Jika hal tersebut dapat terwujud, maka adanya keraguan mengenai kegiatan di pasar modal yang sebagian orang masih menganggap tidak sesuai dengan prinsip syariah dapat teratasi dan jumlah investor di pasar modal syariah dapat terus meningkat.
c. Kurang Updatenya Regulasi Terkait Pasar Modal Syariah Dalam Memenuhi Kebutuhan Pasar.
Berbagai perkembangan yang terjadi di pasar modal dan pasar modal syariah khususnya terjadi dengan sangat cepat. Potensial investor dan sumber dana dari berbagai negara khususnya kawasan Timur Tengah juga dapat mengalir ke negara yang dianggap mampu memberikan hasil yang baik dan sesuai dengan prinsip syariah. 
Keterbatasan yang sering timbul adalah kurang responsif atau antisipatifnya regulasi di Indonesia yang terkait dengan pasar modal syariah yang dapat segera menyesuaikan dengan kebutuhan pasar dan keinginan investor. Hal ini mampu direspon dengan lebih cepat oleh negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura yang menyediakan kerangka regulasi yang lebih antisipatif dan responsif terhadap pasar dan keinginan investor. Selain itu, hal ini juga tidak terlepas dari iklim investasi dan good governance dari lingkungan bisnis di Indonesia secara umum. Hal lainnya adalah keterbatasan dalam lambatnya proses penyesuaian terhadap peraturan sehingga berakibat hilangnya potensi yang ada karena regulasi yang kurang memadai.
Salah satu contohnya adalah regulasi yang terkait dengan aspek perpajakan di keuangan syariah. Indonesia menerapkan netralisasi pengenaan pajak berganda atas transaksi murabahah baru setelah disahkannya UU No.42/2009 tentang PPN. Bandingkan dengan Malaysia yang sudah mengakomodasi hal tersebut sekitar 1 dekade yang lalu dan Singapura yang sudah melakukan revisi terkait pajak berganda di industri keuangan syariah pada tahun 2005 (Surendro, 2010).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar